Menemukan dan Memilih Masalah Penelitian
Makalah Ini Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas
Matakuliah “Metodologi Penelitian ”
Dosen Pengampu :
Hj. Zuraidah, M.SI
Disusun oleh:
Amaliyah Dewi. P 931307509
JURUSAN SYARI’AH
PRODI EKONOMI ISLAM
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN)
KEDIRI
2011
A. Pendahuluan
Dalam
hidupnya manusia selalu menghadapi berbagai masalah. Jarang orang yang dapat
melewatkan waktu kesehariannya tanpa menghadapi masalah, baik masalah besar
maupun masalah kecil. Banyak masalah yang sudah dihadapi diwaktu yang lalu
kemudian timbul lagi sekarang dan dimasa-masa yang akan datang.[1]
Banyaknya
masalah yang dialami oleh seseorang membuatnya berfikir untuk dicari tau
penyebab dan pemecahannya. Berangkat dari adanya masalah tersebut seseorang
melakukan penelitian untuk memecahkan masalahnya. Namun tidak semua orang melakukan
penelitian pada masalahnya dan tidak semua masalah dapat dipakai untuk
penelitian.
Penelitian
yang sistematis diawali dengan suatu persoalan. Ibarat sebuah tanya jawab, masalah
adalah pertanyaan yang jawabannya akan dicari dalam proses penelitian. Meneliti
adalah usaha mendapatkan jawaban dari masalah yang dihadapi. Manusia memiliki
rasa ingin tahu, Sehingga selalu mencari tahu apa yang tidak diketahuinya. Masalah
mencerminkan ketidaktahuan. Penelitian merupakan usaha manusia untuk mengusahakan
ketidaktahuan dapat berubah menjadi pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh
melalui kegiatan penelitian akan mempersempit wilayah ketidaktahuan karena
sudah menjadi pengetahuan manusia.
B.
Pengertian masalah
Masalah
penelitian adalah bagian pertama dari suatu kegiatan yang harus ditemukan
sebelum penelitian itu diteruskan. Oleh karena itu masalah penelitian memiliki
kedudukan yang sentral. Masalah (problem) berasal dari bahasa yunani yaitu “proballein”
yang artinya “maju kedepan” (pro=foward, ballein= to throw). Masalah
penelitian adalah pertanyaan yang muncul dalam pikiran peneliti tentang sesuatu
gejala atau bagian dari gejala yang belum diketahui jawabannya. Dalam
penelitian, kata “masalah” tidak berarti sesuatu yang harus dipecahkan, tetapi
adalah suatu pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya. Oleh karena itu,
penelitian terbatas pada usaha untuk menemukan jawaban. Sedangkan usaha untuk
memecahkan atau menyelesaikan masalah itu, termasuk “implikasi” dari
penelitian.[2]
Adapun makna leksikal masalah
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang harus diselesaikan dan
dipecahkan (KBBI,1992:562). Di sisi lain, Siswojo
melihat bahwa masalah penelitian adalah
pernyataan mengenai hubungan yang terdapat pada seperangkat
peristiwa (variabel-variabel) dalam suatu bidang ilmu (Siswojo,1987:40). Lebih
gamblang Lagi, Fraenkel (1993:23) menyatakan bahwa masalah penelitian tidak
lain dari apa yang ingin diteliti, “a problem that someone would like to research”.
Dari tinjauan yang lebih
filosofis, Suryadibrata (1983:60) menjelaskan bahwa munculnya masalah itu karena ada kesenjangan
(gap) antara das sollen dan das sein; ada
perbedaan antara apa yang seharusnya dengan apa yang ada dalam kenyataan,
antara apa yang diperlukan dan apa yang tersedia, antara harapan dan kenyataan.
Yang jadi masalah bisa apa saja seperti sesuatu yang tidak memuaskan, berbagai
macam kesulitan, urusan yang ingin diubah, segala sesuatu yang berjalan tidak sesuai dengan keinginan, dan
sebagainya.
Masalah adalah kesenjangan
(gap) antara harapan (das sollen) dengan kenyataan
(das sein), antara kebutuhan dengan yang tersedia, antara yang seharusnya dengan yang
ada. Penelitian dimaksudkan untuk menutup kesenjangan. Kesenjangan masalah menimbulkan kebutuhan untuk menutupnya dengan mencari
jawaban atas pertanyaan yang menimbulkan kesenjangan. Kegiatan menutup
kesenjangan dilakukan dengan penelitian. Dengan kata lain, penelitian mencari
suatu jawaban yang belum diketahui, memenuhi kebutuhan yang belum tersedia, dan
menyediakan yang belum ada. Penelitian
diharapkan dapat memecahkan masalah atau setidak-tidaknya memperkecil
kesenjangan.[3]
Menurut
Lincoln dan Guba, yang disebut masalah penelitian adalah suatu keadaan yang
bersumber dari hubungan antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi
yang membingungkan. Kegiatan penelitian diawali dari adanya masalah penelitian,
bukan semata-mata karena keinginan atau ketertarikan peneliti terhadap suatu
persoalan.[4]
Pendapat tersebut didukung
pula oleh Nawawi (1993:42) bahwa kemunculan masalah terjadi karena tidak
terdapatnya keseimbangan antara sesuatu yang diharapkan (das sollen)
berdasarkan teori-teori atau hukum-hukum yamg menjadi tolok ukur dengan
kenyataan (das sein) sehingga menimbulkan pertanyaan mengapa demikian
atau apa sebabnya demikian. Di samping itu masalah dapat pula muncul karena
keragu-raguan tentang keadaan sesuatu, sehingga ingin diketahui
keadaannya secara mendalam dan obyektif.”
Pertanyaan mengapa
demikian dan apa sebabnya seperti yang diungkapkan Nawawi merupakan stimulus
yang merangsang munculnya motivasi meneliti.
Keingintahuan inilah yang menjadi jiwa,
nafas, dan motivasi mendasar dalam penelitian (Nasution, 1991:22). Perolehan
informasi akurat yang didapat dari penelitian merupakan prasyarat logis upaya
mengubah keadaan yang tidak sesuai dengan keinginan menjadi keadaan yang sesuai dengan harapan. Setiap manusia umumnya selalu
berusaha mencapai apa yang ia inginkan dengan berupaya menghilangkan masalah
atau kesenjangan itu.
Harapan atau apa yang
diinginkan itu bukan hanya ‘harapan’ menurut pengertian umum saja (yang bermakna sesuatu yang menyenangkan atau yang menguntungkan) tetapi bermakna pula harapan dalam
pengertian konsep, variabel,
fakta, teori atau hukum. Sebagai
contoh, jika ada kenyataan yang
menunjukkan bahwa rumput berwarna kuning
di musim kemarau, itu bukan masalah,
karena keadaan ‘rumput berwarna kuning’
sesuai dengan ‘harapan’ keadaan di musim kemarau. Tetapi jika ‘rumput
itu berwarna kuning di musim hujan’ di sini ada
kesenjangan antara warna rumput yang kuning dengan ‘harapan’ yang terkandung dalam hukum konsep ‘musim hujan’. Menurut hukum alam, musim hujan akan mengakibatkan warna rumput menjadi
hijau.
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, kita bisa menyimpulan bahwa pada hakikatnya masalah adalah keadaan yang muncul ketika ada kesenjangan antara apa yang
diinginkan dengan apa yang ada dalam kenyataan. Kesenjangan itulah yang
menjadi inti masalah. Masalah bisa
bersifat konseptual-teoritis, maupun yang bersifat praktis yaitu
masalah-masalah yang ditemui dalam kegiatan manusia sehari-hari.
C.
Jenis permasalahan
Permasalahan dalam penelitian
sering pula disebut dengan istilah problema atau problematik. Secara garis
besar permasalahan dibagi menjadi dua yaitu :
1.
Berdasarkan tingkat eksplanasinya.
a.
Problema
untuk mengetahui status dan mendiskripsikan fenomena. Sehubungan dengan jenis
permasalahan ini terjadilah penelitian deskriptif dengan menggunakan variabel
mandiri yaitu tanpa membuat perbandingan dan menghubungkan antar variabel,
termasuk
didalamnya survei, penelitian historis dan filosofis.
Contoh dalam
bentuk rumusan masalah penelitian:
1)
Bagaimana
sikap masyarakat Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang terhadap KB Mandiri ?
2)
Bagaimanakah
tingkat pemahaman unusr-unsur intrinsik puisi siswa kelas VII SMP 22 Bandung
Tahun pelajaran 2004-4005 ?
b.
Problema
untuk membandingkan dua fenomena atau lebih (problema komparasi). Dalam
penelitian ini peneliti berusaha mencari persamaan dan perbedaan fenomena,
selanjutnya mencari arti atau manfaat dari adanya persamaan dan perbedaan yang
ada.
Contoh dalam
bentuk rumusan masalah penelitian:
1)
Adakah
perbedaan kemampuan berpidato antara siswa yang bersasal dari SLTP negeri
dengan siswa yang berasal dari SLTP swasta ?
2)
Adakah
kesamaan pola pengembangan karangan berita pada majalah dengan berita pada
surat kabar?
3)
Mana
yang lebih tinggi prestasi siswa anak guru dengan anak wiraswata?
c. Problema untuk mencari hubungan
antara dua fenomena (problema korelasi/asosiatif). Permasalahan ini menghubungkan dengan dua variabel atau lebih, baik berupa hubungan simetris, kausal, maupun interaktif. Ada dua macam
problema korelasi, yaitu:
1)
Korelasi
sejajar/simetris, adalah suatu hubungan antara dua
variabel yang kedudukannya sejajar, tidak ada hubungan kausal misalnya
korelasi antara kemampuan berbahasa inggris dan kesetiaan ingatan.
2)
Korelasi
sebab-akibat (kausal), adalah hubungan yang menunjukkan
sebab akibat. Dengan demikian ada
variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat). Misalnya korelasi
antara teriknya sinar matahari dan larisnya es mambo.
3)
Korelasi interaktif, adalah hubungan yang saling memepengaruhi. Dalam jenis ini tidak
diketahui mana varibel bebas dan mana
variabel terikat. Misalnya hubungan antara kepandaian dengan kekayaan.[5]
2.
Berdasarkan tingkat kerumitannya
a. Masalah
Sederhana (Simple Problem). Ciri dari masalah sederhana adalah, berskala
kecil, berdiri sendiri (kurang memiliki sangkut paut dengan masalah lain),
tidak mengandung konsekuensi yang besar, pemecahannya tidak memerlukan
pemikiran luas dan mendalam. Pemecahan masalah dilakukan secara individual.
Teknik yang biasa digunakan, dilakukan atas dasar intuisi, pengalaman,
kebiasaan dan wewenang yang melekat pada jabatannya
b. Masalah Rumit (Complex
Problem). Ciri dari masalah rumit adalah, berskala besar, tidak berdiri
sendiri (memiliki kaitan erat dengan masalah lain), mengandung konsekuensi
besar, pemecahannya memerlukan pemikiran yang tajam dan analitis. Pemecahan
masalah dilakukan secara kelompok yang melibatkan pimpinan dan segenap staf
pembantunya. Jenis dari masalah ini adalah masalah yang terstruktur (struktur
problems) dan masalah yang tidak terstruktur (unstructured problems).
1)
Masalah yang Terstruktur, Merupakan masalah
yang jelas faktor penyebanya, bersifat rutin dan biasanya timbul berulang kali
sehingga pemecahanya dapat dilakukan dengan teknik pengambilan keputusan yang
bersifat rutin, repetitif dan dibakukan. Sifat pengambilan keputusannya adalah relatif
lebih mudah atau cepat, salah satu caranya dengan penyusunan metode, prosedur,
atau program tetap.
2)
Masalah yang tidak Terstruktur, Merupakan
penyimpangan dari masalah organisasi yang bersifat umum, tidak rutin, tidak
jelas faktor penyebab dan konsekuensinya, serta tidak repetitif. Sifat
pengambilan keputusannya adalah, relatif lebih sulit dan lebih lama, diperlukan
teknik pengambilan keputusan yang bersifat non-programmed decision-making.
D.
Penentuan
Masalah
Masalah penelitian adalah terdapatnya
ketidakcocokan antara kenyataan yang diperoleh dari pengamatan, hasil analisis
atau informasi langsung dengan yang diharapkan atau dengan landasan teori yang
semestinya ada. Masalah itu muncul tentu bila ada motivasi seorang peneliti
untuk membahas masalah tersebut lebih lanjut, sesuai prosedur dan aturan
pelaksanaan dalam suatu penelitian. Dengan demikian perlu ada penemuan,
identifikasi, perumusan, dan langkah-langkah yang ditempuh untuk menyusun
perumusan masalah tersebut.
Akan tetapi tidak semua masalah memerlukan
penelitian. Masalah penelitian yang baik untuk diteliti seyogyanya adalah
masalah yang memenuhi patokan sebagai berikut :
1.
Jika masalah tersebut diteliti maka hasilnya
akan mempunyai arti penting baik bagi perkembangan ilmu maupun bagi kepentingan
hidup sehari-hari.
2.
Kesimpulan hasil penelitian mempunyai masa
berlaku cukup lama, artinya dapat digeneralisasikan (diberlakukan) bukan cuma
saat penelitian dilakukan, melainkan sesudahnya.
3.
Secara operasional masalah tersebut bisa dan
mungkin diteliti (baik dari sudut prosedural, metodologi, maupun dari sudut
ketersediaan data dilapangan).[6]
4.
Prioritas. Manajemen menyusun daftar
prioritas, sehingga dapat diketahui permasalahan yang mana yang akan diteliti
terlebih dahulu. Suatu permasalahan tertentu mungkin menjadi permasalahn yang
sangat penting pada beberapa periode yang akan datang.[7]
E. Menemukan masalah penelitian
Menemukan
masalah penelitian adalah suatu langkah awal dari suatu kegiatan penelitian.
Bagi orang-orang yang belum berpengalaman meneliti, menemukan masalah bukanlah
pekerjaan yang mudah dan bahkan boleh dikatakan sulit. Kemampuan menemukan
masalah ditentukan antara lain oleh kepekaan dan kesediaan menyeleksi dan merasakan
sesuatu yang dapat dimasukkan sebagai permasalahan dalam realitas sehari-hari. Kepekaan dalam melihat masalah dan
mampu mengembangkannya merupakan syarat mutlak dalam penelitian. Seorang
peneliti dapat menemukan masalah penelitian yang berarti dan bermakna, sangat
ditentukan oleh tingkat kepekaan dalam menemukan dan memilih masalah. Kemampuan
menyeleksi dan
merasakan sesuatu yang dapat dimasukkan sebagai permasalahan serta fenomena alam yang ada juga sangat menentukan keberartian dan
kebermaknaan dalam menemukan dan memilih masalah.[8]
Untuk
dapat menemukan permasalahan dengan cepat diperlukan persyaratan sebagai
berikut:
1.
Peka, yaitu dapat
menangkap fenomena yang problematis. Kepekaan ini
dipengaruhi oleh minat dan pengetahuan atau keahlian. Minat dan pengetahuan
atau keahlian itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain :
a.
Profesi. Profesi atau bidang pekerjaan seseorang dapat menjadi sumber
minat untuk melakukan penelitian. Semakin sering seseorang terpapar dengan
masalah-masalah yang berkaitan dengan profesinya, akan semakin mendorong orang
tersebut berminat untuk menyelesaikannya.
b.
Spesialisasi. Keahlian khusus seseorang akan menyebabkan
orang tersebut lebih peka tehadap masalah yang berkaitan dengan keahliannya.
Misalnya, seorang perawat spesialis jiwa, akan lebih peka terhadap
masalah-masalah kesehatan jiwa pasien yang dirawatnya.
c.
Akademis. Seseorang yang telah mengalami program pendidikan yang lebih tinggi,
biasanya telah mendalami tentang salah satu disiplin ilmu pengetahuan. Dengan
penguasaan ilmu ini, orang tersebut cenderung lebih peka mengenali masalah
dalam bidang keahliannya.[9]
2.
Siap, yaitu tahu teori dan hasil penelitian terdahulu.
3.
Tekun, yaitu mengikuti perkembangan ilmu yang terkait.
F.
Sumber-Sumber Menemukan Masalah Penelitian.
Identifikasi masalah secara sederhana dapat
diartikan mencari dan menemukan masalah-masalah yang akan dibahas atau
dipecahkan melalui kegiatan penelitian. Untuk menemukan masalah tentu perlu
mengenal dan mengetahui sumber-sumber masalah agar secara cermat mendapatkan
suatu masalah. Terdapat banyak sumber menemukan masalah yang dapat dipilih
menjadi tema kegiatan penelitian. Sumber-sumber
masalah penelitian dari berbagai bahan bacaan dapat disebutkan diantaranya
sebagai berikut:
1. Pengamatan sekeliling, peristiwa atau gejala sekeliling baik mengenai sumber
daya alam maupun mengenai sumber daya manusianya (masyarakatnya) merupakan
masalah-masalah aktual yang sering dan selalu muncul sebagai hasil interaksi
hubungan manusia dengan manusia yang lain atau antara manusia dengan alam
sekitarnya.
2.
Hasil
membaca, salah satu cara mengenal masalah
penelitian adalah melalui bahan bacaan. Oleh karena itu peneliti perlu akrab
dengan bahan-bahan bacaan, baik text book, majalah, surat kabar, laporan
hasil-hasil penelitian yang telah dipublikasikan atau didokumentasikan.
3.
Mengikuti
seminar, diskusi, pertemuan ilmiah,
pada setiap kegiatan seminar, diskusi, dan pertemuan ilmiah akan diperoleh wawasan
maupun gambaran peristiwa dan atau gejala dan sangat mungkin akan memperoleh
data yang mungkin menarik untuk diuji atau diteliti secara lebih mendalam.
4.
Pemegang
otoritas, pernyataan-pernyataan (statement)
para pemegang otoritas, sering menjadi sumber masalah. Yang dimaksud dengan
pemegang otoritas adalah orang atau institusi yang secara umum diakui dan
dipercaya masyarakat, memiliki kewenangan atau kompetensi mengeluarkan suatu
statement
5.
Pengalaman
orang lain, sering mendengar cerita orang
lain, baik melalui ceramah, dalam kursus, dalam kuliah, diskusi dikelas,
melalui media cetak, atau visual dapat pula merupakan nara sumber masalah
penelitian.[10]
6.
Pengalaman
pribadi, pengalaman pribadi dapat
memunculkan masalah yang memerlukan jawaban empiris untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih mendalam.[11]
7. Perasaan intuitif, perasaan intuitif dapat menjadi sumber masalah.
Misalnya, masalah muncul ketika pagi hari setelah bangun tidur atau habis
istirahat. Selama tidur atau istirahat terjadi konsolidasi atau pengendapan berbagai
informasi berkaitan dengan masalah.[12]
8. Dedukasi dari suatu teori. Suatu teori juga merupakan sumber masalah penelitian
yang sangat baik dan menarik. Dalam hubungan ini, bukan teori itu sendiri yang
dimasalahkan dan diteliti, melainkan masalah baru yang dimunculkan dari hasil
dedukasi suatu teori, suatu masalah baru yang dimunculkan sebagai konsekuensi
logis atau kesimpulan deduktif dari suatu teori.
9. Laporan penelitian. Laporan penelitian juga merupakan sumber berharga untuk
menemukan masalah penelitian. Dalam laporan suatu penelitian, setelah data
dianalisis dan diinterprestasikan, lazimnya diajukan persoalan-persoalan baru
yang membutuhkan penelitian lebih lanjut. Persoalan yang diajukan itu tentunya
dapat dipilih sebagai masalah penelitian. Disamping itu, dengan mendalami
secara cermat laporan penelitian, akan diketahui masalah yang diteliti beserta
metodologi penelitian yang digunakannya, dan sangat mungkin memberikan
inspirasi lahirnya masalah-masalah baru.
10. Rujukan kebijakan, kebijakan pemerintah, lembaga, atau organisasi, juga
merupakan sumber penting untuk menemukan maslah penelitian. Misalnya
ketentuan-ketentuan tentang sistem kredit semester (sks).[13]
11. Sumber non ilmiah. Masalah juga dapat ditemukan dari sumber-sumber non
ilmiah, seperti radio, televisi.
Meskipun masalah
penelitian bisa diambil dari begitu banyak sumber, masalah tidak akan dapat diperoleh tanpa kepekaan peneliti dalam mengidentifikasi masalah. Suatu kondisi bisa saja
bukan masalah bagi orang awam yang tidak
terlalu peduli dengan kondisi itu, tetapi bagi peneliti yang punya kepekaan
yang tinggi, kondisi itu bisa menjadi
masalah yang bernilai strategis untuk diteliti. Dengan demikian, untuk memperoleh masalah yang berkualitas dalam
penelitian, perlu dilatih kepekaan dan kepedulian yang tinggi terhadap sumber-sumber masalah penelitian.
Kepekaan itu bisa di dapat jika ada upaya
pendalaman dan pengkhususan (immersion dan guided entry)
terhadap bidang masalah yang diteliti (Rakhmat,1984:23). Jadi dapat
dikatakan masalah penelitian itu hanya akan muncul atau dapat di identifikasikan
kalau calon peneliti cukup berisi. Orang yang masih kosong, yaitu
yang miskin akan pengetahuan mengenai sesuatu cabang ilmu, hampir tidak
mungkin, atau sekurang-kurangnya sulit, untuk menemukan masalah penelitian.
G. Memilih masalah.
Memilih
masalah untuk diteliti merupakan tahap yang penting dalam melakukan penelitian,
karena pada hakikatnya seluruh proses penelitian yang dijalankan adalah untuk
menjawab pertanyaan yang sudah ditentukan sebelumnya. Memilih masalah juga
merupakan hal yang tidak mudah karena tidak adanya panduan yang baku. Sekalipun
demikian dengan latihan dan kepekaan ilmiah, pemilihan masalah yang tepat dapat
dilakukan.
Permasalahan
secara spesifik perlu dipilih untuk penelitian lebih lanjut. Sumber utama dalam
pemilihan permasalahan ini adalah teori, studi empiris sebelumnya dan
pengalaman peneliti.[14]
Banyaknya masalah penelitian yang sering ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari, seringkali membuat seorang peneliti harus memilih masalah penelitian
yang paling layak diantara beberapa masalah tersebut. Hal yang penting
dijadikan pegangan dalam memilih masalah penelitian ini adalah bahwa keputusan
dan penentuan terakhir adalah terletak pada peneliti itu sendiri. Sebelum memilih masalah, terlebih dahulu
peneliti harus menentukan topik penelitian. Untuk menentukan topik penelitian
seorang peneliti terlebih dahulu menanyakan pada diri sendiri tentang beberapa
pertanyaan berikut :
1.
Apakah topik tersebut dapat dijangkau/dikuasainya (manageble
topic)?
2.
Apakah bahan-bahan/ data-data tersedia dengan cukup (obtainable
data)?
3.
Apakah topik tersebut penting untuk diteliti (significancy of
topic)?
Setelah topik ditentukan selanjutnya peneliti harus memilih masalah
penelitian yang sesuai dengan topik tersebut. Pertimbangan dalam memilih
masalah penelitian agar masalah yang dipilih layak dan relevan untuk diteliti
meliputi hal-hal berikut :
1.
Dapat Dilaksanakan. Jika kita memilih masalah tertentu, maka
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini bermanfaat bagi kita untuk mengecek apakah
kita dapat atau tidak melakukan penelitian dengan masalah yang kita tentukan:
1) apakah masalah tersebut dalam jangkauan kita? 2) apakah kita mempunyai cukup
waktu untuk melakukan penelitian dengan persoalan tersebut? 3) apakah kita akan
mendapatkan akses untuk memperoleh sample yang akan kita gunakan sebagai
responden sebagai sarana pemerolehan data dan informasi.? 4) apakah kita
mempunyai alasan khusus sehingga kita percaya akan dapat memperoleh jawaban
dari masalah yang kita rumuskan? 5) apakah metode yang diperlukan sudah kita kuasai?
2.
Jangkauan Penelitiannya. Apakah masalahnya cukup memadai untuk diteliti? Apakah
jumlah variabelnya sudah cukup? Apakah
jumlah datanya cukup untuk dilaporkan secara tertulis?
3.
Keterkaitan. Apakah kita tertarik dengan masalah tersebut dan cara
pemecahannya? Apakah masalah yang kita teliti berkaitan dengan latar belakang
pengetahuan atau pekerjaan kita? Jika kita melakukan penelitian dengan masalah
tersebut apakah kita akan mendapatkan nilai tambah bagi pengembangan diri kita?
4.
Nilai Teoritis. Apakah masalah yang akan diteliti akan mengurangi adanya
kesenjangan teori yang ada? Apakah pihak-pihak lain , seperti pembaca atau
pemberi dana akan mengakui kepentingan studi ini? Apakah hasil penelitiannya
nanti akan memberikan sumbangan pengetahuan terhadap ilmu yang kita pelajari?
Apakah hasil penelitiannya layak dipublikasikan?
5.
Nilai Praktis. Apakah hasil penelitiannya nantinya akan ada nilai-nilai
praktis bagi para praktisi di bidang yang sesuai dengan masalah yang akan
diteliti?
H.
Kriteria Masalah Penelitian.
Penelitian
yang baik adalah penelitian yang
memenuhi lima ciri utama yaitu menarik minat peneliti, bisa
dikerjakan, jelas, berkontribusi terhadap
ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia, dan tidak menimbulkan kerusakan bagi alam,
lingkungan, dan manusia. Dalam hal ini
bisa disingkat dengan FINES, feasible (kemampuan pelaksanaan), Interesting (menarik), Novel
(memberikan sesuatu yang baru), Ethical (etis), Signifikan.
Masalah penelitian mesti feasible karena berkaitan dengan mungkin tidaknya penelitian itu dilakukan. Aspek efesiensi merupakan salah satu dasar
kriteria ini. Suharsimi Arikunto memberikan pertimbangan
mungkin tidaknya sebuah masalah diteliti dari sisi si peneliti dan dari sisi faktor pendukung sebagai berikut :
Ditinjau dari diri
peneliti :
1.
peneliti mesti mempunyai kemampuan untuk meneliti masalah itu, artinya
menguasai materi yang melatarbelakangi masalah dan menguasai metode untuk memecahkannya.
2.
Peneliti mempunyai waktu yang cukup sehingga tidak melakukannya asal
selesai.
3.
Peneliti mempunyai tenaga untuk melaksanakannya.
4.
Peneliti mempunyai dana yang
mencukupi.
Dari sisi tersedianya
faktor pendukung:
1.
Tersedia dana sehingga pertanyaan penelitian dapat dijawab. Sebagai misal
peneliti lain mengetahui bagaimanakah rasanya hidup didalam tanah, sedangkan
untuk mencobanya seolah-olah tidak mungkin.
2.
Ada izin dari yang berwenang. Banyak hal yang menarik untuk diteliti tetapi
peneliti dibatasi oleh peraturan-peraturan, mungkin menyangkut masalah politik,
keamanan, ketertiban umum dan sebagainya.[16]
Masalah penelitian harus
menarik (Interesting) untuk
diteliti bagi peneliti maupun bagi orang lain karena akan berdampak pada
motivasi si peneliti. Masalah yang menarik akan merangsang peneliti melakukan penelitian sebaik
mungkin, segala daya upaya akan ia
lakukan untuk memecahkan masalah
tersebut.
Sebuah masalah penelitian
juga mesti jelas (clear) karena masalah penelitian tidak hanya harus dipahami oleh si peneliti saja, tetapi
juga oleh masyarakat banyak. Nawawi
menambahkan agar sebelum melaksanakan penelitian, seorang peneliti melakukan
studi literatur. Apabila dari studi literatur ternyata masalah yang akan
diteliti sudah dilakukan orang lain dengan gamblang, maka sebaiknya dipertimbangkan lagi agar penelitiannya tidak sia-sia. Hal lain
yang harus dilakukan adalah berusaha mendiskusikan masalah yang akan
ditelitinya dengan teman sejawat atau berkonsultasi/meminta pendapat seseorang
atau beberapa orang yang dianggap ahli di dalam bidang yang akan ditelitinya.
Hal ini untuk menghindari pengulangan penelitian yang telah dilakukan peneliti
lain[17]. Dari sisi kejelasan masalah, pendefinisian inti masalah perlu dilakukan
dari berbagai sisi, antara lain memperhatikan definisi dari kamus, kesepakatan umum, jika perlu disertai dengan contoh yang konkret. Penjelasan inti masalah dalam suatu penelitian
yang baik umumnya diungkapkan dengan definisi oprasional.
Kriteria selanjutnya adalah Novel masalah harus
bisa membantah penemuan sebelumnya, melengkapi atau memperbaiki penemuan
sebelumnya, menemukan sesuatu yang baru, ada hubungannya dengan orisinalitas
penelitian (orisinal versus replikatif) penelitian replikatif bermanfaat bila:
memperbaiki atau menguji konsistensi)
Kriteria lain yang tidak
kalah pentingnya adalah significant. Kriteria ini mengacu pada keharusan bahwa sebuah penelitian mesti
berkontribusi terhadap pengetahuan penting bagi manusia. Penelitian idealnya
menjawab pertanyaan yang memajukan pengetahuan dalam bidang yang diteliti, juga secara praktis penelitian itu meningkatkan
kualitas kehidupan manusia.
Kriteria selainnjutnya
adalah etis (Ethical). Masalah penelitian mesti etis,
pantas, layak dan beradab untuk diteliti.
Intinya, penelitian itu tidak menyebabkan
kerusakan bagi manusia, alam, dan sosial.
I. Kriteria Masalah Yang Baik.
Dari tiga pendapat penulis (Moh Nazir,
Sutrisno Hadi, dan Suryabrata) dapat dirumuskan pemahaman umum secara sederhana
bahwa kriteria atau syarat-syarat masalah yang baik (layak) dapat diteliti
adalah:
1. Masalah harus mencerminkan kebutuhan, keingintauan seseorang mendorong untuk
melakukan penelitian, sehingga masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian
merupakan cerminan atau refleksi kebutuhan seorang peneliti
2. Masalah penelitian harus asli
(orisinalitas), artinya bahwa
masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian merupakan masalah yang baru (up
to date) untuk dipecahkan dalam penelitian. Baru dalam arti belum pernah dikaji atau
diteliti orang lain atau pengembangan dari masalah yang telah dikaji orang lain
3. Masalah penelitian harus mempunyai kegunaan, menemukan masalah penelitian disyaratkan
mempunyai kegunaan baik dalam rangka kegunaan keilmuan (murni) maupun kegunaan
bagi memecahkan masalah secara jangka pendek (praktis). Dengan istilah lain
masalah yang diteliti hendaknya mempunyai sumbangan yang berarti bagi
pengembangan ilmu dan atau pengembangan terapan (masalah yang mempunyai tingkat
signifikansi yang tinggi bagi pengembangan ilmu dan atau terapan)
4. Masalah harus mempunyai alternatif pemecahan, pada kegiatan penelitian sosial (termasuk magemen)
setiap masalah yang dihadapi selalu cenderung dengan penyelesaian yang
alternatif (dengan berpikir alternatif). Hal demikian juga dituntut dalam
menemukan dan merumuskan penelitian sosial dan menejemen ini, artinya masalah
yang diteliti mempunyai kemungkinan-kemungkinan pemecahannya
5. Masalah harus menguntungkan (layak), diartikan bahwa dalam merumuskan masalah
penelitian, harus mengingat kelayakan dalam pelaksanaannya baik ditinjau dari
segi; tersedianya sumber daya (orang, dana, waktu); sponsor kegiatan penelitian
(bila ada); yang ahirnya sampai pada perhitungan “hasil dan pengorbanan”.
6. Masalah harus sesuai kualifikasi peneliti, kualifikasi meneliti ini adalah sesuai
dengan minat peneliti; disiplin keilmuan peneliti atau derajat keilmuan yang
dimiliki peneliti itu sendiri.
7.
Masalah harus tersedia data, dengan adanya data dan informasi yang cukup
dan lengkap, akan memudahkan dalam melakukan analisis atau interpretasi serta
pengambilan kesimpulan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi. Hal inilah yang sering disebut dengan masalah yang dimiliki
obtainable data.
8.
Masalah
mempunyai kecocokan dengan sponsor.
Pengertian “sponsor” dalam uraian ini tidak saja berkaitan dengan dana
pembiayaan penelitian, namun berkaitan dengan para konsultan atau dosen pembimbing
atau promotor. Penelitian dalam rangka skripsi, tesis, atau disertasi misalnya,
sering para konsultan atau pembimbing atau promotor banyak mempengaruhi
peneliti dalam merumuskan masalah penelitian. Ketidak cocokan masalah yang
dirumuskan antara peneliti dengan konsultan sering menjadi hambatan proses
penelitian yang direncanakan.[18]
9.
Kelayakan
waktu, dana, dan peralatan, tenaga
(keahlian). Suatu penelitian yang jelas berguna dan mendapatkan prioritas untuk
diteliti, mungkin belum juga dilakukan penelitian karena keterbatasan dana dan
peralatan yang kurang memadai. Demikian pula dengan waktu yang tersedia sering
kali membatasi jumlah dan jenis penelitian yang dapat dilakukan.[19]
10. Sesuai
dengan kebijaksanaan pemerintah. Masalah-masalah yang bertentangan dengan kebijaksanaan
pemerintah, undang-undang ataupun adat istiadat sebaiknya tidak diteliti,
karena akan banyak menemukan hambatan dalam pelaksanaan penelitiannya nanti.
11.
Memadai. Masalah penelitian harus dibatasi ruang lingkupnya, tidak
terlalu luas, tetapi juga tidak terlalu sempit. Masalah yang terlalu luas akan
memberikan hasil yang kurang jelas dan menghamburkan sumber daya, sebaliknya
masalah penelitian yang terlalu sempit akan memberikan hasil yang kurang
berbobot.
12. Aktual. Aktual berarti masalah yang diteliti tersebut benar-benar
terjadi di masyarakat. Sebagai contoh, ketika seorang dosen keperawatan akan
meneliti tentang masalah gangguan konsep diri pada pasien yang telah mengalami
hemodialise berulang, maka sebelumnya peneliti tersebut harus melakukan survey
dan memang menemukan masalah tersebut, meskipun tidak pada semua pasien.[20]
J.
Kendala dalam Menghadapi Masalah Penelitian dan
Cara Pemecahannya.
Kesulitan-kesulitan
dalam menghadapi suatu masalah pada pokoknya bersumber pada dua sebab. Pertama,
kekurangan formal atau metodologis artinya orang kurang atau
bahkan tidak tau cara memecahkan masalah itu. Kedua, kekurangan material artinya
orang kekurangan fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah itu.
Dengan
demikian ada dua cara umum yang ditempuh untuk mendapatkan pemecahan atas
sesuatu masalah, yaitu
1.
cara berpikir analitik. Orang berangkat dari dasar-dasar pengetahuan
yang umum, dari proposisi-proposisi yang berlaku secara umum dan meneliti
persolan-persoalan khusus dari segi dasar-dasar pengetahuan yang umum itu.
Kesimpulan ditarik secara deduktif. Pembuktian kebenarannya bersifat a
priori.
2.
cara berpikir sintetik. Orang berlandaskan pada pengetahuan-pengetahuan
yang khusus, fakta-fakta yang unik, dan merangkaikan fakta-fakta yang khusus
itu menjadi suatu pemecahan yang bersifat umum. Konklusi yang ditarik dari cara
berfikir semacam itu menempuh jalan induktif. Pembuktian kebenarannya
bersifat a-posteriori. Salah satu syarat penting agar dapat diperoleh
kesimpulan yang benar dari cara berfikir analitik adalah bahwa dedukasinya
harus benar. Jika dasar dedukasinya sudah salah, kesimpulan yang didapat pada
umumnya juga salah.[21]
Kendala
lain juga disebutkan, Menurut Haryono Semangun (1992) salah satu
kesalahan umum dari peneliti muda yang mulai melakukan penelitian adalah bahwa
dia mempercayai semua yang dibacanya tanpa membedakan antara hasil percobaan
dan tafsiran dari penulisnya. Dengan demikian peneliti harus membaca secara kritis,
menghubungkan apa yang dibaca dengan pengetahuan dan pengalamannya sendiri dan
berusaha untuk memperoleh analogi dan generalisasi yang sesuai dengan
penelitiannya.[22]
K.
Kesimpulan
1.
Masalah
(problem) berasal dari bahasa yunani yaitu “proballein” yang artinya “maju
kedepan” (pro=foward, ballein= to throw. Masalah adalah keadaan
yang muncul ketika ada kesenjangan
antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada dalam kenyataan.
2.
Secara garis
besar permasalahan dibagi menjadi dua yaitu, berdasarkan tingkat eksplanasinya, meliputi problema deskriptif, komparatif, dan
asosiatif. Dan berdasarkan tingkat kerumitannya meliputi masalah sederhana dan
masalah rumit.
3.
Penentuan masalah diperuntukkan agar peneliti
dimudahkan untuk menentukan masalah mana yang akan dipakai sebagai penelitian.
Sedangkan masalah penelitian yang baik untuk diteliti seyogyanya adalah masalah
yang memenuhi patokan sebagai berikut : hasilnya akan mempunyai arti penting
baik bagi perkembangan ilmu maupun bagi kepentingan hidup sehari-hari,
kesimpulan hasil penelitian mempunyai masa berlaku cukup lama, artinya dapat
digeneralisasikan (diberlakukan) bukan cuma saat penelitian dilakukan,
melainkan sesudahnya., secara operasional masalah tersebut bisa dan mungkin
diteliti (baik dari sudut prosedural, metodologi, maupun dari sudut
ketersediaan data dilapangan), prioritas, sehingga dapat diketahui permasalahan yang
mana yang akan diteliti terlebih dahulu.
4.
Kemampuan
menemukan masalah ditentukan antara lain oleh kepekaan dan kesediaan menyeleksi dan merasakan
sesuatu yang dapat dimasukkan sebagai permasalahan dalam realitas sehari-hari. Untuk dapat menemukan permasalahan
dengan cepat diperlukan persyaratan sebagai berikut: Peka, yaitu dapat
menangkap fenomena yang problematis. Kepekaan ini
dipengaruhi oleh minat dan pengetahuan atau keahlian. Minat dan pengetahuan
atau keahlian itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : Profesi,
Spesialisasi, Akademis,
Siap, yaitu tahu teori dan hasil penelitian terdahulu, Tekun,
yaitu mengikuti perkembangan ilmu yang terkait.
5. Terdapat banyak sumber menemukan masalah yang dapat dipilih menjadi tema
kegiatan penelitian. Sumber-sumber
masalah penelitian dari berbagai bahan bacaan dapat disebutkan diantaranya
sebagai berikut: pengamatan sekeliling, hasil
membaca, mengikuti seminar, diskusi, pertemuan ilmiah, pemegang otoritas,
pengalaman orang lain, pengalaman pribadi, perasaan intuitif, dedukasi dari suatu teori,
laporan penelitian, rujukan kebijakan, sumber non ilmiah.
6. Memilih
masalah merupakan hal yang tidak mudah karena tidak adanya panduan yang baku.
Sekalipun demikian dengan latihan dan kepekaan ilmiah, pemilihan masalah yang
tepat dapat dilakukan. Sumber utama dalam pemilihan permasalahan ini adalah
teori, studi empiris sebelumnya dan pengalaman peneliti. Sebelum memilih masalah, terlebih dahulu peneliti harus menentukan
topik penelitian. Untuk menentukan topik penelitian seorang peneliti terlebih
dahulu menanyakan pada diri sendiri tentang beberapa pertanyaan berikut : Apakah topik tersebut dapat dikuasainya
(manageble topic), Apakah bahan-bahan/ data-data tersedia dengan cukup
(obtainable data), Apakah topik tersebut penting untuk diteliti (significancy
of topic)?, Apakah topik tersebut menarik untuk
diteliti dan dikaji (interested topic)? Setelah topik ditentukan selanjutnya
peneliti harus memilih masalah penelitian yang sesuai dengan topik tersebut.
Pertimbangan dalam memilih masalah penelitian agar masalah yang dipilih layak
dan relevan untuk diteliti meliputi hal-hal berikut: dapat dilaksanakan, jangkauan
penelitiannya, keterkaitan, nilai teoritis, nilai praktis.
7.
Kriteria masalah penelitian. Penelitian
yang baik adalah penelitian yang
memenuhi lima ciri utama yaitu menarik minat peneliti, bisa
dikerjakan, jelas, berkontribusi terhadap
ilmu pengetahuan dan kehidupan manusia, dan tidak menimbulkan kerusakan bagi alam,
lingkungan, dan manusia. Dalam hal ini
bisa disingkat dengan FINES, feasible (kemampuan pelaksanaan), Interesting (menarik), Novel
(memberikan sesuatu yang baru), Ethical (etis), Signifikan.
8.
Kriteria masalah yang baik dari tiga
pendapat penulis (Moh Nazir, Sutrisno Hadi, dan Suryabrata) dapat dirumuskan
pemahaman umum secara sederhana bahwa kriteria atau syarat-syarat masalah yang
baik (layak) dapat diteliti adalah: masalah harus mencerminkan kebutuhan, masalah penelitian harus asli (orisinalitas), masalah penelitian harus mempunyai kegunaan,
masalah harus mempunyai alternatif pemecahan, masalah harus menguntungkan
(layak), masalah harus sesuai kualifikasi peneliti, masalah harus tersedia data,
masalah mempunyai kecocokan dengan sponsor, kelayakan waktu, dana,
dan peralatan, tenaga (keahlian), sesuai dengan
kebijaksanaan pemerintah, memadai, aktual.
9.
Kesulitan-kesulitan dalam menghadapi suatu masalah
pada pokoknya bersumber pada dua sebab. Pertama, kekurangan formal
atau metodologis artinya orang kurang atau bahkan tidak tau cara
memecahkan masalah itu. Kedua, kekurangan material artinya orang
kekurangan fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah itu. Dengan demikian ada
dua cara umum yang ditempuh untuk mendapatkan pemecahan atas sesuatu masalah,
yaitu cara berpikir analitik dan cara berpikir sintetik. Kendala
lain juga disebutkan, Menurut Haryono Semangun (1992) salah satu
kesalahan umum dari peneliti muda yang mulai melakukan penelitian adalah bahwa
dia mempercayai semua yang dibacanya tanpa membedakan antara hasil percobaan
dan tafsiran dari penulisnya. Dengan demikian peneliti harus membaca secara kritis,
menghubungkan apa yang dibaca dengan pengetahuan dan pengalamannya sendiri dan
berusaha untuk memperoleh analogi dan generalisasi yang sesuai dengan
penelitiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian (Suatu
Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta, 1998. Cet II
Faisal, Sanapiah.
Penelitian Sederhana. Malang:Yayasan Asih Asah Asuh (Ya3)
Hadi, Sutrisno.
Metodologi Research Jilid-I. Yogyakarta: Andi, Agustus 2007, Ed II
Kasiram, Moh. Metodologi
Penelitian. Malang: UIN-Malang Press, Januari 2008. Cet I
Kuncoro, Mudrajad.
Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi Edisi 3. Jakarta:PT Gelora Aksara
Pratama, 2009
Mantra, Ida
Bagoes. Filsafat Penelitian dan
Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, maret 2004. Cet I
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian
Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1998.
Norbuko, Chalid dan Achmadi, Abu. Metodologi
Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, 2002. EdI
Notoatmodjo, Sokidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi
Revisi). Jakarta: PT Asdi Mahasatya 2002. Cetakan II
Purwanto. Metodologi Penelitian Kuantitatif (Untuk
Psikologi Dan Pendidikan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Cet I
Supardi. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis.
Yogyakarta: UII Pers, 2005, Cet I
Suprayogo, Imam
dan Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosdakarya,
Oktober 2001. Cet I
Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian. Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 1998. Cet II
Wirartha, I Made.
Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: ANDI, 2006. Ed I
[1] Sutrisno Hadi,
Metodologi Research Jilid-I, (Yogyakarta: Andi, Agustus 2007), Ed II, hlm
1
[2] Moh. Kasiram, Metodologi
Penelitian, (Malang: UIN-Malang Press, Januari 2008), Cet 1, hlm 60
[3] Purwanto, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Untuk Psikologi Dan
Pendidikan), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) Cet 1, hlm 108-109
[4] Imam Suprayogo
dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, Oktober 2001), Cet I, hlm 33
[5] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek),
(Jakarta: Rineka Cipta, 1998) Cet 11, hlm 28-31
[6] I Made
Wirartha, Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi, (Yogyakarta: ANDI, 2006)
Ed I, hlm 185
[7] Mudrajad
Kuncoro, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi Edisi 3, (Jakarta: PT
Gelora Aksara Pratama,2009) hlm 33-34
[8] Imam Suprayogo
dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama, hlm 33-34
[9] Sokidjo Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi
Revisi), (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2002), Cetakan II, hlm 46
[10] Supardi, Metodologi
Penelitian Ekonomi dan Bisnis, hlm 49-53
[12] Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1998) Cet II, hlm 63
[13] Sanapiah
Faisal, Penelitian Sederhana, (Malang:Yayasan Asih Asah Asuh (Ya3)), hlm
33-37
[14] Mudrajad
Kuncoro, Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi Edisi 3, hlm 30
[15]
Chalid Norbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2002) Ed I, hlm 42-43
[17] Hadari
Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1998), hlm 42-43
[18] Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi Dan Bisnis, (Yogyakarta,UII
Pers, 2005) Cet 1, hlm 49-57
[19] Moh. Kasiram, Metodologi
penelitian, (Malang: Uin-Malang Press, Januari 2008) Cet I, 63-64
[20] Sokidjo Notoatmodjo, Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi
Revisi), hlm 50
[21] Sutrisno Hadi,
Metodologi Research (Yogyakarta: ANDI, 2004) hlm 2
[22] Ida Bagoes
Mantra, Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, Maret 2004) Cet I, hlm 54
Tidak ada komentar:
Posting Komentar